Setiap manusia punya pola yang sama: menuju penuhanan diri. Maksudnya ialah manusia berasal dari tuhan dan di kehidupan ini ia menuju tempat asalnya.
Ada banyak cara menuju itu, tapi yang umum adalah manusia merasa hampa, kering dan menderita. Itu tanda jiwa menagih janji, meminta didengarkan. Bila ia hiraukan lengkaplah hidupnya, bila tak diharaukan sebaliknya. Manusia hidup mesti jujur, tetapi jarang yang jujur terhadap diri sendiri. Jujur mendengar apa kata jiwa.
Itu kiranya yang aku pernah rasakan. Rasa hampa, kering yang begitu menyiksa. Aku tidak tau mau apa, tapi jiwa ini haus. Syukur tak ada pikiran untuk mengakhiri hidup. Hampa itu turut membuat diri ini tak bisa tidur tiap malam. Bahkan dua jam mata tertutup, lampu telah dipadamkan tetap saja masih terjaga. Rasa-rasanya tak mau tidur bila tidak dipuasi. Dorongan itu semakin kuat tiap harinya. Ada banyak pikiran, kegelisahan yang membuat tubuh banyak bergerak. Seseorang menegur karena hal ini. Tapi ini di luar kendali, dikendalikan pikiran maksudnya.
Saat-saat itu jarang sekali apa yang disebut ibadah, ritual lima kali tiap harinya. Puasa pun tidak. Sebab tidak pernah tau alasannya. Ada seorang intelektual Islam menulis "Mengapa Kita Shalat?" tapi sama sekali tidak memuaskan. Di buku-buku, di kelas-kelas tak ada alasan yang cukup masuk akal dan memuaskan kenapa harus bertuhan, beragama, beribadah dst.
Skeptis terhadap banyak hal, tapi tetap membuka pikiran untuk hal-hal baru. Itulah yang membuat aku terngiang-ngiang " tunjukkanlah kami jalan yang lurus" sebuah makna dari ayat ke-6 alfatihah. Satu-satunya doa dalam surat itu. Sederhana tapi luar biasa. Meski ayat tersebut sangat melekat pada batin, tetap diri ini tetap tidak melaksanakan ibadah. Dibiarkannya diri ini menghalalkan apa yang haram. Lewat hal-hal itulah dipahatkan jalan menuju kebenaran. Left-hand path kalo bahasa esoteriknya. Jalur kiri, jalur haram, tapi toh sampai jua menuju kebenaran.
Setelah banyak penghancuran dogma-dogma, aturan-aturan, ternyata diri ini sudah sedemikian siapnya. Datanglah flyer meditasi dari teman di jogja yang dikasih oleh temannya di Jakarta. Aku tak tau apa fungsinya meditasi. Yang aku tau, aku hanya duduk diam hening menyebut nama ilahi. Ini pengalaman pertama kali. Dua hari aku ikuti retret kecil itu, kemudian menjadi terbiasa hingga hari ini. Wajahku berubah katanya, hanya dalam dua hari.
Dari program itu, instruktorku mengenalkan gurunya dari India. Orang India, "seperti orang biasa," batinku dalam hati. Justru karena dia terlihat biasa tapi luar biasalah yang membuatnya luar biasa. Beliau diundang datang ke Indonesia berjarak lima bulan sejak dua hari mengikuti retret.
Hasilnya sungguh luar biasa. Aku tidak bisa menahan rasa tangis, ketika melihatnya diri ini bergetar, semua bulu badan terbangun merinding. Aku tidak tau mengapa. Tidak ada rasa sedih di sana, juga tidak bahagia. Mungkin sukacita, mungkin yang disebut kedamaian sejati. Sebab setelahnya pikiran dan badan enteng sekali. Saat menatap matanya, seaakan ada semesta di sana, aku selalu ingat momen itu. Terasa aku sedang ditelanjangi, sangat tajam sekali tapi juga lembut. Ia seperti kelapa, keras di luar tapi lembut di dalam. Aku termasuk yang dihafal olehnya. Dua minggu di Jakarta, aku hampir selalu diajak bicara dan di Bali aku diberi sarung olehnya.
Kata-katanya pun semuanya kebenaran. Sepengalamanku empat tahun lebih mengenalnya, tidak ada yang keliru. Bahkan ketika di Bali beliau pernah bilang bahwa "mulut adalah bom meriam, kita perlu hati-hati." Esoknya aku bertengkar dengan teman hanya karena aku salah ucap. Beliau juga bilang aku perlu bicara dengan kata-kata manis. Dan ajarannya ini datang lagi kepadaku lewat tiga orang baru yang aku kenal selama Januari-Februari kemarin. Ketiganya bilang " jangan lupain aku ya." Kata-kata yang menurutku enak sekali didengar.
Guruku hanya peduli perkembangan diri. Agama adalah jalan untuk pengembangan diri, tapi sayangnya orang percaya agama lewat keyakinan buta, sesuatu yang sangat bertentangan dengan akal. Terakhir aku pergi ke India, dia bertanya "what is your mind?" Aku bilang pikiranku semakin murni dan murni. Dulu aku dengan mudah bicara kasar, tapi itu perlahan lahan ilang. Begitupun dengan pikiran kotor. Dikatakan agama itu membawa orang dari Brute-man to Buddha-man. Agama adalah memanifestasi keilahian diri. Aku sudah selalu yang ada, sadar, damai dan abadi. Manusia menderita karena tidak tahu hal ini. Ketika manusia sudah bertanya, "mengapa aku menderita? Siapa aku? Apakah tuhan itu ada?" Sesungguhnya perjalanannya sedang dimulai. Ia hanya perlu terbuka terhadap apa yang tidak mungkin. Menikmati setiap jengkal perjalanan dan mengklaim ulang ketuhanan diri.
Guru adalah principle, dia bisa manifestasi menjadi fisik dan non-fisik. Yang fisik menunjukan yang non-fisik.
Guru membuatmu berperang melawan diri sendiri.
Gurulah yang mampu mencintai diri ini lebih dari aku mencintai diri sendiri.
Gurulah yang mampu mempercayai diri ini lebih dari aku mempercayai diri sendiri. Gurulah yang mampu mengubah diri ini lebih dari aku mengubah diri sendiri.
Dikatakan bila lautan menjadi tinta, tanah daratan menjadi kertasnya, niscaya kita tak mampu menjelaskan seorang guru. Hari om tat sat...
Comments
Post a Comment