Skip to main content

Posts

Guru sebagi Prinsip

Ada banyak guru: guru matematika, guru bahasa, guru agama dan seterusnya. Guru dalam bahasa Indonesia adalah pengajar, tetapi bila ditelisik asal katanya, maknanya jauh melampaui itu. Dalam bahasa sanskerta, Guru terdiri dari dua kata "gu" dan "ru," yang artinya penghapus kebodohan. Ia mampu menginfuskan pengetahuan kepada muridnya. Pertanyaannya, pengetahuan tentang apa? Dalam gurushisyaparampara atau tradisi guru-murid ini, pengetahuan satu-satunya adalah tentang diri sejati atau tuhan atau kedamaian (dalam banyak tradisi ketiganya adalah sinonim). Itu mengapa peran Guru dalam hidup seseorang sangatlah sentral. Tidak perlu kitab-kitab suci bila sudah menemukan guru. Tidak perlu berziarah kemana-mana sebab kaki guru adalah situs terbaik. Murid hanyalah jenazah di tangan gurunya. Dikatakan juga ada tiga kelahiran di bumi ini. Pertama adalah lahir dari seorang ibu, kedua lahir kembali saat diinisiasi oleh seorang guru dan ketiga kelahiran ulang ketika mencapai penc
Recent posts

Tentang Guru

Setiap manusia punya pola yang sama: menuju penuhanan diri. Maksudnya ialah manusia berasal dari tuhan dan di kehidupan ini ia menuju tempat asalnya.  Ada banyak cara menuju itu, tapi yang umum adalah manusia merasa hampa, kering dan menderita. Itu tanda jiwa menagih janji, meminta didengarkan. Bila ia hiraukan lengkaplah hidupnya, bila tak diharaukan sebaliknya. Manusia hidup mesti jujur, tetapi jarang yang jujur terhadap diri sendiri. Jujur mendengar apa kata jiwa.  Itu kiranya yang aku pernah rasakan. Rasa hampa, kering yang begitu menyiksa. Aku tidak tau mau apa, tapi jiwa ini haus. Syukur tak ada pikiran untuk mengakhiri hidup. Hampa itu turut membuat diri ini tak bisa tidur tiap malam. Bahkan dua jam mata tertutup, lampu telah dipadamkan tetap saja masih terjaga. Rasa-rasanya tak mau tidur bila tidak dipuasi. Dorongan itu semakin kuat tiap harinya. Ada banyak pikiran, kegelisahan yang membuat tubuh banyak bergerak. Seseorang menegur karena hal ini. Tapi ini di luar kendali, diken

Tentang Diri

Aku jarang sekali cerita tentang diri sendiri. Bukan tanpa alasan. Kemampuan orang umumnya sebatas mau didengar, bukan menjadi pendengar. Menjadi pendengar dan tulus mendengar sepertinya memang kemampuan khusus. Di sekitarku lebih banyak yg umum itu, jadi sudah terbiasa sejak kecil jarang sekali bercerita tentang diri.  Ketika menulis ini aku ingat, aku pernah diajak belajar active listening oleh mas-mas jogja S2. Aku tidak tau apa itu active listening. Yang aku tau dari gelagatnya dia mendekatiku. Dia dominan energi feminimnya. Hampir tiap 3 bulan dia berusaha berkomunikasi, tapi kuabaikan. Aku masih belum tertarik hubungan spesial, apalagi sesama jenis. Bila bisa mendeskripsikan diri sendiri, aku akan bilang aku adalah penyaksi dan masih belajar jadi penyaksi. Menurutku langkah belajar yang utama adalah menyaksikan. Kita menyaksikan seorang ahli berbicara atau tulisan tertentu atau melakukan sesuatu baru setelahnya kita kontemplasikan. Entah kenapa memang lebih asik menjadi pengamat

Latar Belakang

 Perlu diakui banyak pertanyaan-pertanyaan yang lenyap setelah belajar Vedanta. Vedanta memang tidak menjawab apa-apa melainkan melenyapkannya. Ia hanya mewanti-wanti dan tidak banyak bertanggung jawab sehingga saya perlu membangun ulang diri saya sendiri. Seperti klaim filosof, saya merasa perjalanan filsafat  saya sudah selesai setelah bertemu dengannya. Saya dibikin tidak meminati pada banyak hal sehingga perlu memantik dan memaksa diri sendiri, selain mencari orang lain untuk membimbing. Saya pikir dari sekian banyak kemampuan, menulis dan membaca adalah yang prioritas. Ini yang mau saya bangun duluan. Seseorang bilang perlunya mencari mentor atau setidaknya refrensi, dan itu saya ikuti dengan memohon ke mbak Isma dan atas kebaikan hatinya ia bersedia membantu. Blog ini adalah materialisasi saran-saran beliau. Dua bulan lalu, saya membimbing anak-anak SMA kelas 10 untuk belajar komputer dan bahasa Inggris, salah satunya membuat blog. Meski saya tahu caranya, langkah demi langkah, t